Bulan Agustus 2017, Freedom Forum (Forum Kebebasan), yaitu mitra penelitian masyarakat sipil IBP untuk Open Budget Survey (Survei Anggaran Terbuka) di Nepal, dan United Nations Development Programme (Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa/UNDP) menerbitkan Anggaran Iklim Warga Negara Nepal: Di Mana Uang Nepal Dialokasikan?, yang menyediakan informasi yang mudah diakses kepada masyarakat dalam bahasa Nepal dan bahasa Inggris. Isinya tentang bagaimana pemerintah menggunakan uang publik untuk mengatasi perubahan iklim dan pengaruhnya melalui anggaran nasional. Dengan menggunakan data anggaran dari Kementerian Keuangan untuk membuat visualisasi dan infografis yang mudah dipahami, Forum Kebebasan dan UNDP bekerja sama membuat Anggaran Iklim Warga Negara (Climate Citizens Budget/CCB) pertama di Nepal dengan tujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana pemerintah berinvestasi untuk berbagai kegiatan guna menangani masalah yang amat sangat penting ini – sehingga warga negara dan organisasi masyarakat sipil (OMS) dapat turut serta dalam keputusan dan pengawasan anggaran.
Mengapa Nepal membutuhkan Anggaran Iklim Warga Negara?
Nepal adalah salah satu negara paling rentan di dunia terhadap dampak perubahan iklim, termasuk 20 negara teratas yang paling banyak menderita dampak perubahan iklim global, mengalami banjir, kebakaran hutan, kekeringan, dan berbagai bencana lain akibat iklim. Peningkatan dampak iklim ini akan mengancam upaya pembangunan Nepal, kehidupan dan mata pencaharian masyarakat, khususnya kaum wanita dan kaum miskin.
Sebagai tanggapan, Nepal berkomitmen melalui Perjanjian Paris untuk melakukan tindakan ambisius demi mengurangi emisi gas rumah kaca dan menyesuaikan diri dengan dampak negatif perubahan iklim terhadap pembangunan dan masyarakat negaranya. Untuk mengelola tanggapannya terhadap perubahan iklim, pemerintah telah membuat beberapa undang-undang dan kerangka kerja, termasuk menangani sumber daya masyarakat terkait iklim. Sumber daya masyarakat mencakup sistem penandaan pengeluaran iklim dengan dukungan UNDP, untuk mengidentifikasi alokasi anggaran iklim, dan menyediakan ruang resmi di tingkat nasional maupun lokal untuk OMS dan warga negara agar berpartisipasi dalam perencanaan dan penganggaran perubahan iklim.
Agar partisipasi ini dapat memastikan bahwa dana publik terkait digunakan secara efektif dan dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan dampak perubahan iklim maupun mendukung pembangunan berkelanjutan, warga negara dan OMS memerlukan akses ke informasi anggaran.
Pembuatan Anggaran Iklim Warga Negara Nepal
Karena bahasa teknis dan tabel datanya yang kompleks, dokumen anggaran pemerintah bisa sulit dipahami warga negara dan OMS, dan umumnya tidak efektif dalam menyampaikan bagaimana anggaran tersebut akan memengaruhi masyarakat dan kehidupan masyarakat. Dengan menyajikan informasi anggaran dalam bahasa yang mudah diakses dan unsur-unsur visual yang mudah dipahami, Citizens Budgets (Anggaran Warga Negara) mendorong pemahaman lebih baik tentang cara pengelolaan uang publik.
Untuk menceritakan bagaimana Forum Kebebasan dan UNDP bertemu guna menyusun Anggaran Iklim Warga Negara Nepal, IBP mengajukan pertanyaan berikut kepada Krishna Sakpota dari Forum Kebebasan, dan Sujala Pant yang dulunya berasal dari UNDP.
IBP: Mengapa Anda melaksanakan proyek pengembangan Anggaran Iklim Warga Negara Nepal?
KS: Sebagai mitra penelitian untuk Open Budget Survey IBP, sudah sekian lama Forum Kebebasan mendorong pemerintah agar menerbitkan Anggaran Warga Negara sebagai bagian dari sistem anggaran nasional, yang akan sangat membantu warga negara lebih memahami data anggaran dan berpartisipasi dalam proses anggaran. Jadi saat UNDP memberi kesempatan untuk mengembangkan Anggaran Iklim Warga Negara Nepal, kami ingin menunjukkan manfaatnya dalam susunan dan penyajian informasi pada dokumen tersebut, dan mendorong pemerintah agar mengembangkan Anggaran Warga Negara bagi semua dokumen anggaran lainnya.
SP: Selama ini UNDP bekerja sama dengan pemerintah Nepal untuk melaksanakan sejumlah proses reformasi, termasuk sejumlah publikasi teknis (misalnya Climate Public Expenditure and Institutional Review, Penandaan Anggaran Iklim, dan laporan anggaran tahunan) mengenai pengelolaan dana publik oleh negara guna mengatasi perubahan iklim. Sudah saatnya mengubah pekerjaan teknis ini menjadi format yang akan dipahami khalayak umum yang lebih luas – warga negara dan pembuat kebijakan – sehingga mereka dapat memahami cara pemerintah menangani perubahan iklim dan memastikan bahwa mereka dapat menuntut pertanggungjawaban pemerintah.
IBP: Anda melibatkan warga negara, organisasi masyarakat sipil, pembuat kebijakan, anggota parlemen, dan media sebagai khalayak sasaran CCB. Menurut Anda, apa yang harus mereka lakukan dengan informasi yang ada?
KS: Tujuan utamanya adalah agar khalayak dapat lebih memahami cara pemerintah menganggarkan perubahan iklim dan untuk membantu pemangku kepentingan menggunakan bukti dari CCB agar terlibat dalam diskusi anggaran. Selain menyediakan data yang memungkinkan pembuat kebijakan memantau kecenderungan alokasi terkait iklim dan melihat bagaimana tindakan terkait iklim disertakan dalam inisiatif pembangunan lainnya, CCB bertindak sebagai sumber satu atap bagi informasi anggaran iklim sehingga memungkinkan warga negara, masyarakat sipil, dan media untuk menuntut pertanggungjawaban dan memungkinkan organisasi perantara membantu masyarakat bersuara lebih keras agar berhasil menggalang sumber daya dalam perubahan iklim. Pejuang dan pendukung pengembangan terbuka, pengetahuan terbuka, dan data terbuka juga dapat menggunakan informasi ini untuk mengembangkan bahan advokasi dan bahan peningkatan kesadaran guna mendukung kemajuan agenda mereka.
SP: Pertama, kami ingin membantu semua kelompok sasaran agar memahami bahwa perubahan iklim melintasi banyak sektor – mengatasi perubahan iklim bukan hanya tanggung jawab satu sektor. Seperti yang terlihat dalam CCB, banyak sektor dan kementerian memiliki alokasi terkait iklim. Kedua, informasi yang tersedia secara cuma-cuma mengenai alokasi ini turut menimbulkan pertanyaan dan menciptakan landasan bagi dialog informasi antar kelompok yang berbeda. Akhirnya, bagi anggota parlemen, sumber informasi ini untuk memahami agenda iklim badan eksekutif, dan membantu mereka memenuhi tanggung jawab pengawasan anggaran di sepanjang siklus anggaran.
IBP: Harap uraikan proses yang Anda gunakan untuk mengembangkan dan membuat Anggaran Iklim Warga Negara, termasuk semua tantangan dan perkembangan tak terduga.
SP: Sebagai bagian dari Governance of Climate Change Finance Programme (Tata Kelola Program Pendanaan Perubahan Iklim) regional UNDP untuk memasukkan pendanaan perubahan iklim ke dalam proses perencanaan dan penganggaran inti, pemerintah Nepal ingin meningkatkan dan memprioritaskan keterlibatan dengan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk memajukan diskusi pendanaan iklim dan mengatasi masalah seperti keefektifan dan efisiensi. Dalam pertemuan bulan April 2016, dengan dukungan UNDP, pemerintah Nepal mengumpulkan OMS dan mitra pemerintah dari seluruh wilayah Nepal guna membahas “penelitian bersama untuk keefektifan anggaran.” Diskusi seputar akses ke informasi dalam pertemuan ini mendorong pemerintah Nepal memutuskan untuk membuat Anggaran Iklim Warga Negara. Forum Kebebasan dipilih melalui proses tender untuk mengembangkan CCB.
KS: Pertama-tama kami memberitahu pejabat Kementerian Keuangan mengenai ruang lingkup dan kemungkinan manfaat CCB, di mana keterlibatan UNDP saat ini dengan mereka difasilitasi. Kemudian kami menyusun daftar lengkap berisi data anggaran pemerintah mengenai alokasi iklim untuk disertakan dalam dokumen ini. Cukup mudah mengumpulkan informasi ini karena kami menggunakan data yang telah diterbitkan pemerintah. Meski keabsahan datanya tidak diragukan, kami tetap bekerja sama dengan staf teknis Kementerian Keuangan untuk memverifikasi informasinya.
Selanjutnya, kami melihat contoh Anggaran Warga Negara dari negara-negara lain dan publikasi utama tentang pendanaan iklim di Nepal, dan kami memutuskan untuk menyajikan informasi tersebut melalui teks dan sketsa, tabel, dan grafik yang disederhanakan. Karena ini adalah Anggaran Warga Negara pertama di Nepal, kami ingin sekali bersikap kreatif.
Kejutan terbesar adalah menghasilkan produk itu sendiri. Sangat mengasyikkan bereksperimen dengan pengembangan dokumen ini setelah sekian lama mendukung Anggaran Warga Negara. Kami perlu waktu lebih lama karena saat itu kami kurang memahami seperti apa CCB nantinya. Tapi kami puas karena CCB menjadi model bagi Anggaran Warga Negara lainnya.
IBP: Sekarang setelah menerbitkan Anggaran Iklim Warga Negara dan sedang dalam proses menyebarluaskannya, bagaimana Anda akan menentukan apakah saat itu Anda berhasil mencapai semua tujuan proyek ini?
SP: Ini adalah latihan percontohan, dan kami sangat berharap ini akan membantu memicu diskusi dan debat di ranah publik mengenai upaya pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim. Tujuan utama kami adalah agar pemerintah dan/atau organisasi masyarakat sipil seperti Forum Kebebasan akan membuat CCB secara rutin demi memperkuat pertanggungjawaban penggunaan sumber daya masyarakat untuk mengatasi berbagai tantangan perubahan iklim.
KS: Ini adalah pekerjaan baru, dan keberhasilannya akan berdasarkan seberapa jauh layanan ini mampu meningkatkan akses warga negara ke informasi anggaran perubahan iklim, dan apakah memungkinkan OMS, pembuat kebijakan dan media untuk mengidentifikasi maupun menganalisis kecenderungan alokasi anggaran. Memadukan perubahan iklim dengan keuangan publik pasti akan memuluskan pekerjaan pertanggungjawaban yang kian lama kian efektif di bidang ini.
Untuk langkah selanjutnya, kami ingin meningkatkan pekerjaan pendanaan perubahan iklim di Nepal dan memanfaatkan pengalaman ini sebagai model untuk berbagai sektor lain. Kami terus meminta pemerintah agar membuat dan menerbitkan Anggaran Warga Negara untuk semua dokumen anggaran utama, terutama Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang menjelaskan rencana pemerintah dalam hal meningkatkan dan menggunakan uang publik guna memenuhi kebutuhan dan prioritas masyarakat.
Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi), penganggaran berperspektif gender adalah “memasukkan perspektif gender yang jelas dalam seluruh konteks proses anggaran melalui proses khusus dan alat analisis, dengan maksud memajukan kebijakan responsif gender.”
Pada bulan Mei 2017, OECD mengadakan Pertemuan Pakar Mengenai Penganggaran Berperspektif Gender di Reykjavik, Islandia, di mana delegasi dari negara-negara OECD bertemu untuk berbagi pengalaman praktis, kesuksesan, dan tantangan dalam menerapkan penganggaran berperspektif gender. Pertemuan pertama Lembaga Kesetaraan Gender OECD, yaitu “Tata Kelola Lebih Baik bagi Kesetaraan Gender” diadakan bersamaan dan mempertemukan para pejabat senior dari berbagai lembaga kesetaraan gender di negara-negara anggota OECD dan perwakilan Pusat Pemerintah OECD untuk meningkatkan pembuatan kebijakan sensitif gender dan berbagi wawasan tentang cara membantu meningkatkan dampak inisiatif kesetaraan gender.
Selain itu, lembaga keuangan internasional telah melakukan penelitian baru mengenai dampak pelaksanaan anggaran berperspektif gender di negara-negara tersebut. Terutama bulan April 2017, Dana Moneter Internasional (IMF) mengeluarkan publikasi baru yang menganalisis kencenderungan terbaru terkait penganggaran berperspektif gender di negara-negara G7.
Setelah timbul minat baru antara gender dan keuangan publik, dan mengingat tujuan ambisius Pembangunan Berkelanjutan (SDG) untuk mencapai kesetaraan gender sepenuhnya sebelum tahun 2030, penting untuk meninjau pengetahuan kita tentang penganggaran berperspektif gender sebagai cara untuk mencapai keseimbangan penuh, dan menentukan apa saja yang mungkin diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan yang ada saat ini.
Bagaimana Pelaksanaan Penganggaran Berperspektif Gender Saat Ini?
Cara pelaksanaan penganggaran berperspektif gender dapat dalam berbagai bentuk yang jarang dibatasi anggaran. Bukan hanya mendanai inisiatif yang jelas yang bertujuan mencapai kesetaraan gender, melainkan perlu analisis kebijakan fiskal dan keputusan anggaran serta dampaknya terhadap kesetaraan gender.
Beberapa pemerintah menggunakan alokasi sumber daya berdasarkan informasi gender, di mana kesetaraan gender digunakan sebagai metrik dalam menentukan keputusan kebijakan dan alokasi anggaran tertentu. Misalnya, Korea Selatan telah memperbesar pendanaan program guna mengurangi beban pekerjaan rumah tangga bagi kaum wanita agar mendapat kesempatan kerja lebih besar.
Pendekatan umum lainnya adalah melalui anggaran yang dinilai berdasarkan gender, di mana dampak anggaran dianalisis menurut segi kesetaraan gender. Di Kanada, Gender Budget Statement (GBS/Pernyataan Anggaran Gender) dibuat bersama dokumen anggaran pemerintah lainnya. GBS memberikan analisis anggaran berdasarkan gender, dengan mengidentifikasi cara-cara kebijakan dapat menimbulkan pengaruh berbeda antara pria dan wanita.
Dan pendekatan lainnya adalah penganggaran berperspektif gender berdasarkan kebutuhan, yang berupaya mencapai tujuan tertentu untuk mengurangi kesenjangan di berbagai sektor dan program yang paling mengalami ketidaksetaraan gender. Bisa dalam beberapa bentuk, misalnya mengalokasikan sebagian anggaran perawatan kesehatan untuk meningkatkan kualitas perawatan ibu. Filipina telah menerapkan inisiatif kebijakan anggaran responsif gender sejak tahun 1995 melalui Anggaran Gender and Development (Gender dan Pembangunan/GAD). Anggaran GAD telah menghasilkan perencanaan khusus gender di departemen-departemen pemerintahan dan di badan maupun biro masing-masing.
Apa yang Telah Dicapai Sejauh Ini?
Keuntungan penting telah dicapai dalam pelaksanaan praktik penganggaran responsif gender di berbagai negara.
Pelaksanaan penganggaran responsif gender di Pakistan melalui proyek khusus bernama Inisiatif Penganggaran Responsif Gender (GRBI) menghasilkan berbagai manfaat yang mengesankan dalam membuat sistem anggaran pemerintah menjadi lebih sensitif gender. GRBI dimulai di tingkat federal, di provinsi Punjab dan di dua daerah percontohan Punjab. Satu daerah adalah yang terkaya sedangkan lainnya termiskin. GRBI telah melakukan sederetan perubahan, termasuk penilaian kebijakan sadar gender yang menganalisis situasi pria dan wanita, anak perempuan dan anak laki-laki di sektor tertentu, dan menilai sejauh mana perumusan, pendanaan, dan pelaksanaan kebijakan maupun program dalam sektor yang sama telah mengatasi masalah gender. GRBI juga melihat peluang peralihan pemerintah ke Medium-Term Budget Framework (MTBF, Kerangka Belanja Jangka Menengah), kemudian mengusulkan penyempurnaan MTBF dan perubahan sensitif gender pada surat edaran kebutuhan anggaran. Meskipun tantangan tetap ada, segudang kegiatan telah berhasil dilakukan selama pelaksanaan proyek, mulai dari peningkatan kesadaran dan advokasi hingga survei maupun penelitian yang rinci dan mendalam.
Makalah IMF memberikan ikhtisar tentang praktik dan konsep penganggaran responsif gender di negara-negara G7. Contoh penting termasuk UU Kesetaraan Gender 2014 Prancis, yang menyertakan kesetaraan gender ke dalam pembuatan kebijakan, mengharuskan implikasi gender dinilai dalam setiap UU baru, dan menetapkan jatah bagi wanita dalam kedudukan manajemen senior di bidang layanan sipil, politik, dan sektor swasta. Di Jerman, kesetaraan gender telah menjadi pedoman dalam Peraturan Bersama
dalam Prosedur Kementerian Federal sejak tahun 2000, dan dana dukungan kesetaraan gender dimasukkan di hampir semua pos anggaran pemerintah federal.
Ke Mana Kita Melangkah Dari Sini?
Jelas bahwa penganggaran berperspektif gender telah mencapai kemajuan dalam sepuluh tahun terakhir. Namun masih panjang jalan yang harus dilalui, terutama jika kita ingin mencapai SDG5 pada tahun 2030. Penganggaran responsif gender memiliki banyak bentuk di berbagai negara dan bermacam-macam tingkat keberhasilan. Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa studi kasus IMF ini, keberhasilan inisiatif penganggaran berperspektif gender di berbagai negara sangat bergantung pada apakah reformasi tersebut khusus disesuaikan dengan konteks negara. Para ahli menunjuk beberapa pelajaran yang dapat dipetik terkait penggunaan penganggaran berperspektif gender, dan perlu perbaikan lebih jauh untuk memastikan bahwa anggaran pemerintah mencerminkan kebutuhan warga negara bagi gender tertentu. Pemerintah perlu:
Memastikan kebijakan fiskal yang tersusun rapi dan sistem Pengelolaan Keuangan Publik (PKP) yang baik untuk berperan pada kesetaraan gender dan mendukung kemajuan yang telah dicapai. Mustahil mengabaikan pentingnya lembaga dan sistem PKP yang kuat. Kemajuan bisa mudah terhambat atau berakhir sepenuhnya bila lembaga tidak mampu bertahan terhadap rezim dan perubahan kebijakan.
Masukkan gender dalam rutinitas penyusunan anggaran dan pembuatan kebijakan. Penganggaran responsif gender tidak bisa terjadi secara terpisah. Umumnya, melaksanakan inisiatif responsif gender akan paling efektif bila tidak terlalu memberatkan proses yang sudah ada.
Memperkuat pengukuran dan evaluasi dampak. Agar secara memadai dapat menilai keberhasilan atau kegagalan berbagai reformasi gender, negara perlu memiliki indikator khusus dan alat pengukur kemajuan mereka.
“Pengadilan adalah satu dari segelintir lembaga yang menentang otokrasi,” kata Duncan Green, Penasihat Strategis Senior di Oxfam Great Britain dalam bukunya How Change Happens. Meskipun pernyataan ini dapat dipungkiri, terbukti benar dalam konteks yang memadai bahwa strategi untuk melibatkan pengadilan memerlukan pertimbangan serius dari kelompok anggaran masyarakat sipil, terutama karena semakin banyak yang bekerja di ruang publik yang jauh lebih terbatas. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak OMS mengajukan banding ke pengadilan untuk mendapatkan akses informasi dari pemerintah berdasarkan UU Hak atas Informasi. Bila sejumlah kecil OMS mengharapkan bantuan pengadilan ketika ingin menantang kebijakan dan praktik anggaran pemerintah — misalnya masalah pembelanjaan terlalu sedikit untuk program sosial atau diskriminasi dalam pembelanjaan. Pengadilan telah bersedia mendengar sejumlah kasus dan banyak yang memutuskan untuk mengabulkan gugatan masyarakat sipil.
Meskipun kita tergoda untuk mendorong agar semua OMS anggaran memasukkan komponen hukum ke dalam strategi advokasi mereka, melibatkan pengadilan dapat menghabiskan banyak sumber daya dan memakan waktu. Karena itu, biasanya OMS melibatkan pengadilan sebagai upaya terakhir saja bila semua permintaan banding melalui jalur administratif biasa telah gagal, atau bila pemerintah sangat tidak peka terhadap opini publik bahwa keterlibatan langsung hanya sia-sia. Namun dalam kasus demikian, keputusan untuk melibatkan pengadilan harus dilakukan hanya setelah dipertimbangkan masak-masak. Sebuah publikasi terbaru oleh Overseas Development Institute (ODI/Lembaga Pembangunan Luar Negeri) yang membahas keputusan Mahkamah Agung Bangladesh tahun 2008 memberikan beberapa petunjuk berguna yang perlu dipertimbangkan oleh masyarakat sipil.
Berdasarkan penelitiannya, ODI berpendapat bahwa tindakan hukum harus memenuhi beberapa persyaratan minimum agar benar-benar berpeluang meningkatkan hasil bagi rakyat miskin: perlu ada kerangka hukum yang progresif, pengadilan yang simpatik, dan akses ke saran dan bantuan hukum. Pengalaman para mitra IBP dalam menggeluti kasus-kasus anggaran publik tampaknya mendukung pernyataan ini.
Kasus yang diupayakan oleh Asociación Civil por la Igualdad y la Justicia (ACIJ) di Argentina berdasarkan ketentuan dalam konstitusi Kota Buenos Aires yang menjamin hak semua anak sejak usia 45 hari untuk mendapatkan pendidikan. Untuk menanggapi berbagai tantangan terkait kurangnya ruang di sekolah dan daftar tunggu yang panjang, terutama di lingkungan yang lebih miskin, pemerintah kota berpendapat bahwa dana pembangunan kurang memadai dan tidak ada cukup staf untuk ruang kelas dalam memenuhi kewajiban konstitusionalnya. ACIJ menyerahkan bukti ke pengadilan bahwa selama beberapa tahun pemerintah tidak hanya selalu terlalu sedikit membelanjakan anggaran infrastrukturnya, namun secara tidak proporsional juga mengarahkan dana yang telah dikeluarkannya ke lingkungan yang lebih kaya. Pengadilan memutuskan bahwa pemerintah telah melanggar hak anak memperoleh pendidikan dan mewajibkan pemerintah membangun ruang-ruang kelas yang diperlukan untuk meniadakan daftar tunggu.
Mahkamah Agung India merupakan contoh kekuasaan yang paling menarik bahwa pengadilan yang bersimpati harus mengubah kehidupan masyarakat. Ketika pemerintah Rajasthan menolak melepaskan persediaan makanan darurat setelah kelaparan yang meluas, kasus ini dibawa ke pengadilan dan pemohon menuduh pemerintah telah melanggar hak masyarakat Rajasthan untuk mendapatkan pangan. Kasus ini akhirnya sampai ke hadapan Mahkamah Agung, yang memerintahkan pemerintah negara bagian dan pemerintah negara harus mendanai sepenuhnya dan melaksanakan serangkaian program secara efektif. Sebagian program tersebut berkaitan langsung dengan pangan (misalnya program makanan di sekolah), sedangkan program lain berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk menyediakan cukup makanan bagi diri sendiri (misalnya program kerja). Pengadilan memiliki kewenangan pengawasan atas kasus ini sejak tahun 2001, mengeluarkan sederetan perintah sementara dan menunjuk beberapa anggota komisi untuk memantau dan menganalisis kepatuhan pemerintah terhadap perintah Pengadilan.
Duncan Green berkata, “Hukum akan selalu menjadi senjata penting di gudang senjata para aktivis di seluruh dunia …. Tantangannya adalah membangun jembatan antara aktivisme hukum dan upaya lain untuk memengaruhi sistem, karena kedua dunia ini seringkali terpisah oleh ketidaksabaran, perbedaan teori perubahan, atau perbedaan bahasa. ” Memang banyak pengacara yang tidak menyukai jajaran angka dalam anggaran publik. Tapi dalam dekade terakhir, pengacara kepentingan umum semakin menghargai sentralitas anggaran publik bagi banyak masalah yang memprihatinkan mereka. Hal ini disertai kemauan mempelajari jargon dan masalah teknis, hukum, dan politik seputar anggaran. Misalnya, pengacara kepentingan umum yang membawa kasus Hak atas Pangan ke Mahkamah Agung India sebagaimana dijelaskan di atas. Di Afrika Selatan, Pusat Sumber Daya Hukum untuk kepentingan publik berperan penting dalam kasus yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi oleh Aksi Penanganan Pengobatan (TAC) yang menentang kegagalan pemerintah dalam menggunakan dana bagi obat antiretroviral (ARV) dan obat-obatan pencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi mereka.
Secara tradisional, pengadilan enggan ikut mencampuri masalah anggaran karena pengadilan memiliki keyakinan yang salah bahwa semua keputusan anggaran hanya di bawah lingkup legislatif. OMS yang telah berhasil mengusir keengganan pengadilan dan memenangkan keputusan yang menguntungkan mereka seringkali menghadapi hambatan ketika memastikan bahwa pemerintah mematuhi perintah pengadilan. Dalam kasus Argentina di atas, pelan-pelan pemerintah mulai mematuhi kesepakatan yang diawasi pengadilan yang telah dibuatnya dengan ACIJ. Setelah beberapa tahun berusaha menuntut kepatuhan total melalui jalur-jalur yang disepakati, ACIJ menggunakan upaya yang melibatkan beberapa aspek untuk menekan pemerintah. Antara lain melobi Menteri Pendidikan, melibatkan media, dan meluncurkan petisi online yang dirancang untuk mendukung upaya ACIJ demi membuat badan legislatif memastikan pendanaan yang memadai bagi pendidikan. Upaya tersebut berhasil meyakinkan pemerintah untuk melaksanakan kesepakatan sepenuhnya.
Memang tampaknya strategi paling efektif untuk memastikan bahwa proses pengadilan akan berdampak positif pada kehidupan rakyat miskin adalah dengan menghubungkan tindakan pengadilan dengan mobilisasi masyarakat bawah. Kunci yang tidak diragukan bagi kesuksesan kasus Treatment Action Campaign (TAC/Kampanye Aksi Pengobatan) adalah demonstrasi dramatis dan berskala besar yang dapat dilakukan TAC secara rutin. Pengadilan tidak kebal terhadap tekanan yang ditimbulkan mobilisasi semacam itu melalui perhatian media, yang pada akhirnya akan menimbulkan kemarahan rakyat dan seruan aksi secara luas. Ini adalah kabar baik bagi mitra IBP, yaitu Koalisi Keadilan Sosial (Social Justice Coalition/SJC), yang membawa sebuah kasus ke pengadilan pada musim gugur tahun 2016 sebagai bagian kampanye yang sedang berlangsung untuk meningkatkan layanan sanitasi dasar di permukiman liar di sekitar kota Cape Town. Seperti halnya kasus TAC, proses pengadilan SJC akan diperkuat dengan upaya intensif untuk memobilisasi penduduk dan melibatkan media selama bertahun-tahun.
Karena ruang publik menjadi kian sempit di berbagai negara di seluruh dunia dan kian sulit meminta perhatian lembaga pemerintahan maupun pembuat UU dan seringkali tidak efektif, melibatkan pengadilan juga lebih sulit. Misalnya, kerangka hukum yang dulunya progresif ternyata dapat dicabut dan diganti dengan jaminan lebih lemah. Meskipun demikian, di saat OMS terus mencari berbagai cara yang kreatif dan efektif untuk memajukan hak pihak-pihak yang mereka wakili di lingkungan yang jauh lebih tidak bersahabat, penting untuk mengingat hikmat yang dikemukakan oleh Green Duncan. Sebagai cabang pemerintahan yang terpisah, pengadilan sering bertindak berdasarkan keyakinan terhadap otonomi dan kepentingan mereka sendiri, dan memberikan ganti rugi jika tidak ada yang tersedia.
Penyusunan anggaran partisipatif adalah proses di mana warga negara secara langsung merundingkan dan menegosiasikan distribusi sumber daya publik. Pendekatan terhadap pengambilan keputusan anggaran ini dimulai pada tahun 1989 oleh kota Porto Alegre di Brasil Selatan. Praktik ini menyebar dengan cepat dari Brasil ke kota-kota Amerika Latin dan Eropa lainnya pada tahun 1990’an dan masih populer saat ini, terutama di tingkat lokal dan kota.
Baru-baru ini Global Partnership for Social Accountability (GPSA) menyelenggarakan sebuah acara berjudul Memberdayakan Warga Negara Melalui Penyusunan Anggaran Partisipatif dan Inovasi di Bidang Teknologi Keterlibatan Masyarakat. Tujuan GPSA adalah berbagi informasi mengenai pertumbuhan penyusunan anggaran partisipatif di Amerika Utara dan di luarnya, termasuk peluang baru untuk menggunakan teknologi keterlibatan masyarakat, melibatkan kaum muda, dan meningkatkan partisipasi lokal.
Seminar itu dipimpin oleh Josh Lerner, salah satu pendiri dan direktur eksekutif Participatory Budget Project (PBP), sebuah organisasi yang menciptakan dan mendukung proses penyusunan anggaran partisipatif untuk memperdalam demokrasi, membangun masyarakat yang lebih kuat, dan membuat anggaran publik menjadi lebih adil dan efektif. Didirikan pada tahun 2009, PBP terutama beroperasi di A.S. dan Kanada serta menyediakan: 1) bantuan teknis ke berbagai kota yang menerapkan penyusunan anggaran partisipatif; 2) laboratorium partisipatif; dan 3) pembangunan jaringan antar mitra dan dalam masyarakat. Setelah sama-sama mengerjakan beberapa proyek terbaru PBP di tingkat kota dan lokal, Nicolas Perrin dan Nicola Smithers dari Bank Dunia memberikan perspektif mengenai manfaat dan kesulitan penyusunan anggaran partisipatif.
Diskusi di antara panel menyoroti tiga fakta utama:
Penyusunan anggaran partisipatif mengatasi berbagai tantangan dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
Transparansi fiskal sudah lama dianggap sebagai komponen penting untuk mengurangi korupsi dan membangun sistem demokrasi yang adil dan setara dalam dunia pengelolaan keuangan publik (PKP). Namun pentingnya peranan pemerintah dalam menyediakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses fiskal semakin diakui dalam beberapa tahun terakhir ini. Partisipasi bisa menjadi upaya yang membuat warga negara merasa frustrasi. Pertemuan masyarakat membutuhkan pemimpin yang bersedia mengatur dan mengadvokasi orang lain untuk hadir. Menurut sejarah, kelompok yang kurang beruntung sering dikecualikan, sehingga pertemuan masyarakat tidak dapat benar-benar mencerminkan seluruh suara masyarakat. Warga yang menghadiri pertemuan masyarakat juga merasa tidak berdaya. Apakah suara mereka didengar? Akankah diskusi itu menyebabkan perubahan substantif?
Penyusunan anggaran partisipatif dapat memberikan pengaruh dan kekuasaan langsung kepada warga. Penyusunan anggaran partisipatif dapat mengurangi perasaan tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah pemerintahan, dan berfungsi sebagai alat untuk memusatkan demokrasi pada kebutuhan dan prioritas setiap warga, bukan pada kepentingan tertentu. Strategi PBP menentukan bahwa pemerintah merancang proses penyusunan anggaran partisipatif agar sebisa mungkin mencakup semua hal, dengan menekankan partisipasi kelompok warga yang menurut sejarah tidak dilibatkan dalam proses pemilihan umum dan proses demokrasi. Proyek dimulai dengan membentuk panitia pengarah yang terdiri dari anggota masyarakat setempat; panitia bertindak sebagai pimpinan yang membimbing proyek menuju pelaksanaan.
Beberapa tantangan tetap terjadi dalam menerapkan proses anggaran partisipatif secara efektif di berbagai tingkat pemerintahan.
Para peserta panel menyoroti sebagian masalah khusus dalam menggunakan penyusunan anggaran partisipatif sebagai strategi. Perrin menekankan bahwa penyusunan anggaran partisipatif bukanlah pekerjaan ringan. Prosesnya menuntut anggota masyarakat yang berdedikasi untuk bersedia mencurahkan waktu dan tenaga demi mempermudah prosesnya. Hal ini tergantung pada partisipasi yang luas supaya benar-benar efektif. Perrin juga menunjukkan bahwa beberapa anggota masyarakat mungkin mendapati sebagian aspek teknis anggaran yang sulit dipahami dan dilibatkan. Beliau menunjukkan “permainan yang sudah berlangsung sekian lama” dalam keterlibatan dengan anggaran: agar paling efektif, warga negara dan organisasi masyarakat sipil (OMS) harus terlibat dalam seluruh proses anggaran, mulai dari perumusan hingga pengawasan cara pelaksanaan anggaran.
Tantangan lainnya adalah perlunya kerjasama dengan pimpinan pemerintahan. Agar penyusunan anggaran partisipatif dapat dilaksanakan di semua tingkat, harus ada alokasi khusus dari anggaran tersebut. Dalam laporan resmi yang mengamati alasan pejabat pemerintah menerapkan anggaran partisipatif di wilayah mereka, PBP menekankan pentingnya mendorong pemerintahan yang lebih adil dan efektif, dan membuahkan hasil yang akan menggembirakan konstituen.
Akhirnya, penyusunan anggaran partisipatif dirancang untuk mendorong partisipasi lebih luas dan lebih dalam; masyarakat yang kian kuat; dan pemerintah yang lebih responsif. Tapi karena prosesnya dilaksanakan berdasarkan kasus per kasus, sulit menentukan bagaimana harus mengukur dan menyampaikan dampaknya. Saat ini PBP sedang mengembangkan metrik utama dalam mengevaluasi penyusunan anggaran partisipatif di Amerika Utara.
Banyak peluang untuk berkembang dan meningkatkan praktik penyusunan anggaran partisipatif.
Meskipun jelas bahwa ada peluang perkembangan dalam pelaksanaan praktik penyusunan anggaran partisipatif di semua tingkat pemerintahan, sejauh ini praktik tersebut terbukti paling berguna di tingkat lokal dan kotamadya. Pelaksanaannya di tingkat nasional pemerintahan masih sedikit. Berikut ini adalah beberapa peluang yang dijelajahi.
Teknologi keterlibatan yang inovatif. Sarana keterlibatan online adalah alat penting yang memungkinkan warga mengakses informasi anggaran dengan mudah dan dapat mengurangi biaya serta mempermudah proses penyusunan anggaran partisipatif. Sarana ini juga dapat bertindak sebagai sumber untuk semua dokumentasi tentang upaya penyusunan anggaran partisipatif khusus perkotaan. Misalnya, Empatia yang didanai Uni Eropa sedang melakukan uji coba sarana yang menawarkan solusi terpadu untuk proses penyusunan anggaran partisipatif yang paling umum dan juga membuat pengguna dapat merancang solusi khusus agar dapat menanggapi konteks lokal dengan lebih baik.
Meningkatkan keputusan melalui data.Kian banyak data disediakan oleh semakin banyak pelaku di seluruh dunia, terutama melalui pendaftaran online dan sarana terbuka. Bagaimana kita dapat menggunakan data tersebut untuk membentuk pemerintahan yang lebih efektif dan lebih bertanggung jawab? Penyusunan anggaran partisipatif menawarkan kesempatan utama untuk menggunakan data terbuka agar menghasilkan manfaat; akses ke data mengenai ketersediaan sumber daya masyarakat dapat membantu masyarakat memprioritaskan proyek mana saja yang membutuhkan dana.
Belajar melalui kemitraan. Penyusunan anggaran partisipatif adalah inovasi demokrasi dari global south hingga tersebar ke seluruh dunia. Meskipun konteks proyek penyusunan anggaran partisipatif mungkin berbeda antar kota, banyak hal dapat diperoleh dari pengalaman bersama di antara praktisi. Anggota masyarakat dari proyek di berbagai kota dan kotamadya bisa mendapatkan manfaat dari berbagi strategi dan pelajaran yang dipetik di sepanjang proses. Kemitraan antar kelompok dengan tujuan serupa dapat membantu membuat keterlibatan mereka menjadi lebih efisien dan efektif.
Tahun 2016, presiden Brasil diberhentikan akibat kasus sensasional yang disorot media global. Saat itu, banyak perhatian terfokus pada tuduhan yang tersebar luas bahwa pemberhentian itu berkaitan kasus korupsi yang melibatkan politisi dari partai penguasa dan partai oposisi. Ada sedikit pembahasan publik tentang masalah substantif yang mendasari tindakan pemberhentian tersebut, yang telah dideteksi dan diungkapkan oleh lembaga audit tertinggi (SAI) Brasil. Saat mengaudit rekening pemerintah Brasil pada tahun 2014, SAI mendapati bahwa pemerintah telah menggunakan trik-trik akuntansi untuk tidak memberikan laporan lengkap tentang defisit anggaran hingga sejumlah miliaran dolar, sehinga mungkin melanggar undang-undang pertanggungjawaban fiskal di negara tersebut. Kongres Brasil menggunakan temuan audit ini sebagai dasar untuk memberhentikan presiden.
Ini bukan pertama kalinya laporan audit telah menjatuhkan pemerintah. Di Kanada, masyarakat luas menganggap bahwa laporan audit tahun 2004 mengenai penyalahgunaan dana publik oleh pemerintah bagi program hubungan masyarakat telah berperan pada kekalahan pemilihan umum yang dialami oleh partai yang masih menjabat. Demikian pula laporan audit yang diterbitkan SAI India pada tahun 2014 mengenai kontrak pengadaan batu bara yang dipertanyakan, juga telah memperkuat citra bahwa pemerintah yang masih menjabat adalah korup. Pandangan ini memperkuat tuntutan terhadap pertanggungjawaban yang diserukan partai politik oposisi, sehingga akhirnya menyebabkan kekalahan pemerintah dalam pemilihan umum 2015.
Hampir setiap negara di dunia memiliki SAI yang berfungsi dan diberi mandat untuk memeriksa apakah dana publik dikelola dengan semestinya dan sesuai dengan praktik pengelolaan keuangan yang baik. SAI menggunakan nama yang berbeda dan sering disebut: Office of Auditor General (dalam sistem Westminster), Court of Accounts (dalam sistem Napoleon), atau Dewan atau Komisi Audit (di beberapa wilayah Asia dan Amerika Latin).
SAI menilai penggunaan dana publik yang semestinya dengan melakukan audit keuangan yang memeriksa keabsahan transaksi keuangan di samping audit kinerja yang menilai apakah dana publik telah digunakan secara efisien dan efektif. Laporan audit yang diterbitkan SAI berisi saran-saran tentang bagaimana pemerintah dapat meningkatkan pengelolaan keuangan.
Namun sering sekali pemerintah dapat mengabaikan temuan audit karena adanya pembebasan dari hukuman, terutama bila mereka tidak menghadapi tekanan untuk melakukan langkah perbaikan yang disarankan dalam laporan SAI. Di hampir semua negara, SAI tidak dapat memberlakukan sanksi kepada pemerintah atau memaksa badan eksekutif untuk bertindak berdasarkan laporan audit. Sebaliknya, SAI mengajukan temuannya kepada badan legislatif nasional, yang kemudian harus memutuskan apakah akan mengambil tindakan resmi sebagai tanggapan. Meskipun badan legislatif memiliki kewenangan hukum untuk menuntut tindakan perbaikan, pada praktiknya mereka sering gagal memberi sanksi kepada pemerintah mereka atau gagal mewajibkan pelaksanaan saran yang ada. Keengganan badan legislatif untuk bertindak bisa disebabkan oleh keberpihakan karena pertalian badan legislatif dan badan eksekutif dengan partai tertentu maupun karena kurang memahami isi laporan audit teknis.
Keengganan badan legislatif untuk bertindak pada temuan audit sering diperparah oleh tantangan dalam organisasi SAI. SAI sering berusaha keras untuk menyampaikan pekerjaan mereka kepada khalayak eksternal atau mempertahankan kepentingan media setelah berita utama yang sensasional tidak lagi menjadi sorotan. Dan banyak SAI melindungi diri dari kontak dengan masyarakat lebih luas, sebagian di antaranya khawatir bahwa menjalin hubungan dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) akan menyebabkan pemerintah menuduh bahwa temuan audit hanyalah berdasarkan prasangka dan bermotif politik.
Akibat kelemahan badan legislatif dan SAI, laporan audit jarang mencapai tingkat pemeriksaan yang cermat dan populer yang seharusnya.
Untungnya, SAI semakin menyadari perlunya melibatkan warga negara. SAI di Argentina, India, Filipina, Korea Selatan, dan Tanzania telah menetapkan mekanisme untuk melibatkan warga negara dengan cara yang kreatif dan bermakna. Termasuk mekanisme di mana warga negara dapat melaporkan kecurangan, pemborosan, dan penyalahgunaan melalui “hot line“, menyarankan topik audit untuk ditinjau, dan berpartisipasi dalam tugas audit gabungan dan audit sosial. Bentuk keterlibatan masyarakat semacam itu dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap pekerjaan SAI.
IBP percaya bahwa SAI dan organisasi masyarakat sipil merupakan mitra alami dengan misi yang tumpang tindih untuk mendorong pertanggungjawaban penggunaan dana publik. Keterlibatan lebih besar antara SAI dan OMS dapat saling menguntungkan. Kadang-kadang OMS ditempatkan dengan lebih baik daripada SAI untuk menerapkan strategi komunikasi yang dapat menekan pemerintah untuk mengambil tindakan perbaikan terhadap temuan audit. Di negara-negara di mana SAI kurang memiliki kekuatan dan sumber daya, OMS dapat memperjuangkan perlunya SAI yang independen dan diberdayakan. OMS juga dapat menggunakan keahlian mereka dalam berbagai topik sektor sosial dan kehadiran mereka di lapangan untuk berbagi informasi mengenai bidang-bidang yang amat sangat penting mengenai pengoperasian pemerintah yang memerlukan pengawasan audit, dan bahkan mereka dapat mengumpulkan bukti masalah dalam pengoperasian ini.
Pada akhirnya, audit SAI dapat bermanfaat bagi masyarakat sipil. SAI mendapat mandat resmi untuk menyelidiki keuangan pemerintah dan laporan audit mereka seringkali mencakup pengoperasian pemerintah di sektor sosial. OMS dapat menggunakan temuan dalam audit sektor sosial untuk menuntut tindakan perbaikan dari pemerintah mengenai hal-hal yang mereka pedulikan dan yang dapat menghasilkan dampak besar terhadap penyediaan layanan pemerintah di lapangan.
Kasus keterlibatan lebih besar antara SAI dan masyarakat sipil juga selaras dengan permufakatan yang muncul di kalangan para ahli bahwa peningkatan pertanggungjawaban memerlukan lembaga pengawasan negara dan non negara yang lebih kuat sekaligus sistem yang mendorong keterkaitan yang lebih baik di antara lembaga-lembaga ini. Keterlibatan tersebut sangat relevan mengingat ruang demokrasi yang kian sempit di seluruh dunia dan perlunya memeriksa tindakan pemerintah yang keterlaluan. Membuat profil temuan audit dan ketiadaan tindakan perbaikan oleh pemerintah dapat menjadi cara yang menjanjikan dan hemat biaya untuk menyoroti kegagalan pemerintah dalam melaksanakan proyek-proyek yang didanai masyarakat dan kegagalan menyediakan layanan yang efektif. Pekerjaan tersebut juga dapat digunakan untuk mengatasi kelambanan badan legislatif terhadap audit, dan untuk memperlihatkan bagaimana pemerintah tidak berperasaan dalam menangani semua masalah ini, bahkan setelah ditandai oleh audit independen.
The Open Budgets Blog features content related to transparency, participation, and accountability in government budgeting; civil society budget analysis and advocacy; and public finance management.
Posts are the responsibility of their authors and do not necessarily represent the views of the International Budget Partnership, our donors, or partners.